Pemerintah terus mengembangkan konsep yang aplikatif sebagai solusi permanen kebakaran hutan dan lahan (karhutla) pada gambut. Diantaranya adalah mendorong adanya pengelola pada kawasan yang selama ini belum terkelola dan menerapkan pola budidaya permakultur.
Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Sigit Reliantoro mengungkapkan sebagian besar lokasi karhutla pada tahun ini justru ada di lahan non gambut.
“Luas lahan gambut yang mengalami karhutla hanya 12,19%, sementara sisanya 87,81% terjadi di lahan mineral,” kata Sigit saat webinar Nasional ‘Menuju Solusi Permanen Kebakaran Lahan Gambut Jilid II’, Kamis, 26 Oktober 2023.
Berdasarkan data KLHK, karhutla pada tahun 2023, periode hingga 30 September seluas 642.099,72 hektare. Lebih sedikit dibandingkan dengan yang terjadi pada tahun 2019 meski kemarau akibat el nino pada tahun ini lebih panjang. Pada tahun 2019 karhutla mencapai 869502,82 hektare.
Karhutla yang terjadi di lahan gambut hanya seluas 78.266,45 hektare. Sementara sisanya seluas 563.8333,27 hektare terjadi di lahan mineral.
Menurut Sigit karhutla pada lahan gambut adalah hasil dari upaya pemulihan lahan gambut yang dilakukan selama ini. Diantaranya adalah membuat pembasahan gambut dengan sekat kanal, menjaga serta melakukan pemantauan tinggi muka air.
Sampai saat ini sudah ada 3,9 juta hektare HTI maupun perkebunan yang sudah melakukan pemulihan hidrologis.
“Belajar dari kejadian di Sumatera Selatan, karhutla terjadi karena tidak ada pengelola secara formal. Kalaupun lahan ada pemiliknya tapi diterlantarakan seperti yang terjadi di pinggir jalan tol Palembang-Indralaya,” jelas Sigit.
Untuk itu konsep pencegahan karhutla secara permanen lebih lanjut yang akan didorong adalah memastikan lahan-lahan terlantar itu untuk dikelola dan langkah yang akan dilakukan adalah dengan mengidentifikasi pemiliknya.
Lebih lanjut Sigit menjelaskan, jika lahan itu tetap diterlantarkan dan berupa kawasan hutan dengan izin hutan tanaman rakyat (HTR) maka izinnya akan disita untuk kemudian diserahkan ke kelompok tani lainnya. Sementara jika lahan itu bukan kawasan hutan akan diselesaikan dengan mekanisme Reforma Agraria. Konsepnya adalah Homesteading untuk pertanian skala kecil.
“Kalau lahan dikelola tentu dia tidak ingin jika investasinya hilang akibat kebakaran,” katanya.
Direktur APP Sinar Mas Dr SoewarsoSementara itu Direktur APP Sinar Mas Dr. Soewarso menjelaskan hasil risetnya tentang pencegahan karhutla melalui model prediksi. Berdasarkan riset saat dirinya menempuh studi S3 di IPB itu, karhutla di gambut sesungguhnya bisa diprediksi dan dapat diketahui faktor penentu utama terjadinya karhutla.
Berdasarkan model prediksi ditemukan peluang karhutla yang tinggi ada di lokasi lahan gambut di dekat kanal atau rel dan jauh dari sungai maupun pemukiman masyarakat. Hal ini berdasarkan hasil penelitian disertasi tahun 1998 – 2002.
Lebih Lanjut Dr. Soewarso menyatakan, sebagai solusi permanen karhutla APP Sinar Mas menjalankan program Desa Makmur Peduli Api (DMPA). Secara keseluruhan DMPA akan dilaksanakan di 500 desa di 5 provinsi dengan prioritas desa-desa yang berada di dalam dan sekitar konsesi yang berjarak 3 – 5 km.
”Khusus di Sumatera Selatan, program DMPA APP SInar Mas dilaksanakan melalui 8 unit manajemen hutan pada 89 desa dengan anggaran Rp11,5 miliar dan melibatkan 13.950 orang penerima manfaat. Adapun kegiatannya adalah pertanian terpadu berkelanjutan,” imbuh Dr. Soewarso.****
Source: agroindonesia.co.id
Leave a Reply